TANTANGAN ADMINISTRASI PENGENAAN PAJAK KARBON DI INDONESIA

  • Muh. Sutartib Direktorat Jenderal Bea dan Cukai - Kementerian Keuangan
Keywords: emisi karbondioksida, gas rumah kaca, pungutan karbon, persetujuan paris

Abstract

Pengenaan pungutan atas karbon baik dalam bentuk pajak atau cukai menjadi semakin umum dilakukan di berbagai negara sehubungan dengan kekhawatiran terjadinya perubahan iklim akibat bertambahnya emisi karbondioksida (CO2) yang berimplikasi dengan efek gas rumah kaca. Di Indonesia pungutan atas karbon menjadi semakin mendesak setelah meratifikasi Persetujuan Paris. Penelitian bertujuan menganalisis tantangan yang akan dihadapi oleh pemungut pajak (fiskus) terutama tantangan administrasi jika pengenaan pajak karbon disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif, dengan reseacrh design berupa case study menggunakan data sekunder yang dikumpulkan sampai dengan September 2021. Penelitian menghasilkan pilihan dalam mendesain pajak karbon bisa dilakukan dengan Pendekatan Bahan Bakar, Pendekatan Emisi Langsung atau gabungan dari dua pendekatan ini. Indonesia sebaiknya mengenakan pajak karbon untuk sektor transportasi, rumah tangga, industri kecil maupun kegiatan sejenis menggunakan Pendekatan Bahan Bakar sedangkan untuk pembangkit tenaga listrik, industri-industri besar serta kegiatan lainnya yang emisi GRK besar dan tidak hanya berasal dari penggunaan bahan bakar fosil sebaiknya memakai Pendekatan Emisi Langsung. Pembuatan payung hukum yang menugaskan institusi (K/L) lain untuk membantu fiskus dalam mendesain pajak karbon terutama untuk aktivitas yang menimbulkan jejak karbon (Pendekatan Emisi Langsung) mutlak diperlukan agar diperoleh desain pajak karbon yang tepat serta mudah diimplementasikan.

Kata kunci: emisi karbondioksida, gas rumah kaca, pungutan karbon, persetujuan paris

 

Published
2021-11-29